Kamis, 16 Mei 2013

Syariat Puasa Ramadhan

Sebelum mewajibkan puasa Ramadhan bagi kaum Muslimin tahun ke-2 hijriyah, Allah SWT telah mensyariatkan puasa kepada para nabi terdahulu. 

Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari, syariat puasa pertama diterima oleh Nabi Nuh AS setelah beliau dan kaumnya diselamatkan oleh Allah SWT dari banjir bandang. Nabi Daud AS melanjutkan tradisi puasa dengan cara sehari puasa dan sehari berbuka. 

Dalam pernyataannya Dawud AS berkata, “Adapun hari yang aku berpuasa di dalamnya adalah untuk mengingat kaum fakir, sedangkan hari yang aku berbuka untuk mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT.” 

Pernyataan Dawud AS tersebut ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Sebaik-baiknya puasa adalah puasa Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka.” (HR. Muslim).

Nabi Musa AS kemudian mewarisi tradisi berpuasa. Menurut para ahli tafsir, Musa dan kaum Yahudi telah melaksanakan puasa selama 40 hari (QS. Al Baqarah: 40). Salah satunya jatuh pada tanggal 10 bulan Muharram yang dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas kemenangan yang diberikan oleh Allah SWT dari kejaran Firaun. 

Puasa 10 Muharram ini dikerjakan oleh kaum Yahudi Madinah dan Rasul SAW menegaskan umat Islam lebih berhak berpuasa 10 Muharram dari pada kaum Yahudi karena hubungan keagamaan memiliki kaitan yang lebih erat dibandingkan dengan hubungan kesukuan. 

Untuk membedakannya, Rasul SAW kemudian mensyariatkan puasa sunah tanggal 9 dan 10 Muharram, selain untuk membedakan puasa kaum Yahudi, juga ungkapan simbolik kemenangan kebenaran atas kebatilan.

Ibunda Nabi Isa AS juga melakukan puasa yang berbeda dengan para pendahulunya, yaitu dengan tidak berbicara kepada siapa pun. Allah SWT berfirman, “Maka jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Mahapemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini’.” (QS. Maryam: 26).

Keempat riwayat di atas merupakan sejarah puasa agama samawi yang menjadi rujukan  disyariatkannya puasa dalam Islam. Adapun puasa agama ardhi (agama buatan manusia), kendati sama sekali bukan rujukan namun mereka juga telah melakukan puasa dengan model yang berbeda-beda. 

Sebelum puasa Ramadhan diwajibkan, Rasul SAW telah memerintahkan kaum Muslimin puasa Hari Asyura tanggal 9 dan 10 Muharram. Namun begitu perintah puasa Ramadhan tiba, puasa Asyura yang sejatinya ditambah satu hari oleh Rasul SAW menjadi puasa sunah.

Tingginya tingkat kesulitan dalam melaksanakan puasa menjadikan syariat ini turun belakangan setelah perintah haji, shalat dan zakat. Wajar jika kemudian ayat-ayat tentang puasa Ramadhan turun secara berangsung-angsur: Pertama, perintah wajib puasa Ramadhan dengan pilihan. (QS. Al-Baqarah: 183-184). 

Kaum Muslimin boleh memilih berpuasa atau tidak berpuasa, namun mereka yang berpuasa lebih utama dan yang tidak berpuasa diharuskan membayar fidyah. Kedua, kewajiban berpuasa secara menyeluruh kepada kaum Muslimin, dengan pengecualian bagi orang-orang yang sakit dan bepergian serta manula yang tidak kuat lagi berpuasa (QS. Al-Baqarah: 185). 

Awal mulanya kaum Muslimin berpuasa sekitar 22 jam karena setelah berbuka mereka langsung berpuasa kembali setelah shalat Isya. Namun, setelah sahabat Umar bin Khathab mengungkapkan kejadian mempergauli istrinya pada satu malam Ramadhan kepada Rasul SAW, turunlah QS Al Baqarah: 187 yang menegaskan halalnya hubungan suami-istri di malam Ramadhan dan ketegasan batas waktu puasa yang dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenam matahari. 

Inilah syariat puasa dalam Islam yang menyempurnakan tradisi puasa seluruh agama samawi yang ada sebelumnya.

NIKMAT PUASA


ADR Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahsia utama puasa yang membolehkan kita berasakan kenikmatan dalam ibadat ini.www.familiazam.com
Menguatkan jiwa.
Dalam hidup, kita mendapati ada manusia dikuasai hawa nafsu.
Manusia seperti ini, menuruti apa yang menjadi keinginannya, walaupun ia sesuatu yang batil serta mengganggu dan merugikan orang lain.
Oleh itu, dalam Islam ada perintah memerangi hawa nafsu dengan maksud berusaha untuk menguasainya.
Sekiranya dalam peperangan ini (hawa nafsu) manusia kalah, malapetaka besar akan berlaku. Perkara ini kerana manusia yang kalah itu mengalihkan pengabadiannya daripada Allah kepada hawa nafsu yang cenderung kepada kesesatan.
Allah memerintahkan kita memerhatikan masalah ini dalam firman-Nya bermaksud: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.” (Surah al-Jaathiyah, ayat 23)
www.familiazam.com
Mendidik keinginan ke arah kebaikan.
Puasa mendidik seseorang memiliki keinginan kepada kebaikan, walaupun menghadapi pelbagai rintangan. Puasa yang dikerjakan secara baik akan membuatkan seseorang itu terus mempertahankan keinginannya yang baik.
Rasulullah SAW bersabda, maksudnya: “Puasa itu sebagai benteng” (daripada serangan keburukan).
Dalam kaitan ini, puasa menjadikan rohani seorang Muslim semakin ampuh. Kekuatan rohani unggul ini membuatkan seseorang itu tidak akan lupa diri, walaupun mencapai kejayaan atau kenikmatan duniawi.
www.familiazam.com
Menyihatkan badan.
Di samping kesihatan dan kekuatan rohani, puasa memberikan pengaruh positif terhadap kesihatan jasmani (tubuh dan anggota badan). Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah SAW , malah dibuktikan doktor atau ahli perubatan.
www.familiazam.com
Mengenal nilai kenikmatan dan bersyukur.
Dalam hidup ini, sebenarnya terlalu banyak kenikmatan diberikan Allah kepada manusia, tetapi ramai tidak mensyukurinya.
Maka, dengan puasa manusia bukan hanya disuruh merenungi kenikmatan diperoleh, malah diminta merenung nikmat Allah kepada kita.
www.familiazam.com
Mengingati dan berasakan penderitaan orang lain.
Berlapar dan dahaga memberikan pengalaman bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Pengalaman berlapar dan haus itu akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam (lebih kurang 12 atau 13 jam), sementara penderitaan orang lain entah bila berakhir.
www.familiazam.com
Oleh itu, sebagai simbol daripada rasa simpati itu, sebelum Ramadan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat (fitrah). Zakat tidak hanya bagi kepentingan orang miskin dan menderita, malah menghilangkan kekotoran jiwa berkaitan harta seperti gila harta dan kikir.
Sumber: Foward Email

MENAMBAH PAHALA PUASA


1. Bulatkan Niat
Niat adalah sumber kekuatan terpenting dalam menjalankan ibadah, sekaligus menentukan apakah ibadah tersebut diterima atau tidak. Dengan niat tulus, maka seseorang akan memiliki kekuatan dan tekat bulat untuk menjalankan ibadah sebaik- baiknya dan semaksimal mungkin. Tentunya hal ini akan memiliki timbal balik dengan diterimanya ibadah dari niat tulus tersebut. Niat tidak perlu diucapkan secara lantang, tapi dalam hati saja sudah cukup –kalau diucapkan secara lantang berarti niatnya ga’ ikhlas dong ya?

2. Perbanyak Sholat Sunah
Disamping sholat lima waktu yang wajib dikerjakan, alangkah baiknya jika kita memperbanyak sholat sunah. Sering ada istilah sederhana seperti : Buat apa puasa ramadhan kalau tidak sholat tarawih??. Tapi ingat, selain sholat tharawih kita juga dapat memperbanyak sholat witir, sholat dhuha, sholat malam dan sholat sunah lainnya. Mengerjakan sholat sunah di bulan ramadhan itu pahalanya berlipat ganda dibandingkan dengan bulan- bulan yang lain lho! Jadi… ayo rajin- rajin sholat!

3. Kurangi Keluh Kesah
Mengeluh bias mengurangi pahala puasa kita dan meruntuhkan semangat kita dalam berpuasa. Puasa ramadhan selama satu bulan memang penuh dengan godaan, mulai dari rasa lapar/ haus, cuaca panas, teman- teman yang tidak puasa dan mengajak berbuat nakal, dan lain- lain. Untuk menghindari keluh kesah dan hal- hal yang dapat membatalkan puasa, mendingan kita tidur siang saja ya, kan hukumnya sunah, jadi dapat tambahan pahala juga kan?.

4. Perbanyak Ibadah yang lain
Ramadhan adalah bulan yang tepat untuk menumpuk pahala dan amalan ibadah. Selain semua ibadah kita dilipatgandakan, kita juga akan merasa terlahir suci kembali ketika hari kemenangan datang. Ibadah sunah yang dapat diperbanyak dan dilipatgandakan antara lain membaca Al Qur’an, sedekah, zakat, senyum, menolong orang lain, perbanyak zikir, dan lain- lain. Sebenarnya sederhana kan? Mari kita perbanyak ibadah dan raih kemenangan.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA


Apa sajakah hal-hal yang membatalkan puasa? Lalu, apakah marah membuat puasa sia-sia? Dua pertanyaan ringan inilah yang sering menggelitik hati, menjelang bulan Ramadhan; yang insya Allah akan tiba pada esok hari, Sabtu, 21 Juli 2012.
Secara bahasa, puasa (shaum) berarti menahan diri dari segala sesuatu. Menurut istilah, puasa bermakna  menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan selama sehari penuh sejak fajar hingga terbenam matahari. Adapun hal-hal yang membatalkannya adalah sebagai berikut.

1) Makan dan Minum
Makan dan minum sejak subuh hingga maghrib, membatalkan puasa. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah:187, ” … dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”.
Namun, apabila seseorang tidak sengaja menyantap makanan karena lupa, puasa tersebut tetap tidak batal. Ia berhak merampungkan puasanya tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa lupa bahwa ia tengah berpuasa, kemudian makan atau minum, hendaklah ia tetap menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
2) Muntah dengan Sengaja
Seseorang yang muntah karena tidak sengaja, berhak melanjutkan puasanya. Sebaliknya, mereka yang menyengaja untuk muntah, puasanya batal. Ia wajib mengganti puasanya tersebut di kemudian hari.
Sabda Nabi, “Barangsiapa terpaksa muntah, tidak wajib mengganti (mengqadha) puasanya; dan barangsiapa yang menyengaja muntahnya, maka hendaklah ia mengganti puasanya.” (H.R. Abu Daud)
3) Tengah Haid atau Nifas
Bagi perempuan, terdapat keringanan dalam menjalankan puasa. Mereka yang haid, diperbolehkan untuk mengganti puasanya di lain hari. Demikian pula wanita yang mengeluarkan darah nifas (darah setelah melahirkan).
Diriwayatkan dari Aisyah, “Kami diperintakan oleh Rasulullah saw. untuk mengganti puasa, dan tidak diperintahkan untuk mengganti sembahyang (yang tidak dilakukan ketika seseorang haid) (H.R. Bukhari)
4) Melakukan Hubungan Suami-Istri
Puasa sejatinya menahan segala bentuk keinginan tubuh manusia. Selain hasrat untuk makan dan minum, ada hasrat dasar lain yang harus ditekan, yaitu hasrat seksual. Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah:187, “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. …”
Mereka yang tidak dapat membendung nafsu seksualnya, diwajibkan untuk membayar kifarat, yaitu berurutan: 1) memerdekakan budak, 2) (jika tidak mampu, maka) puasa dua bulan berturut-turut, 3) (jika tidak mampu, maka) bersedekah yang mengenyangkan 60 fakir miskin, dengan ketentuan 3/4 liter per orang.
Ada yang bilang bulan Ramadhan adalah bulan untuk mencari jodoh, karena sebagian para remaja cowok dan cewek mengambil kesempatan pada saat terawih untuk bisa melirik-lirik cewek/cowok, dan pada akhirnya diajak berkenalan, hehe.. Namun ada juga anggapan orang yang bilang bulan Ramadhan adalah bulan untuk mengais rezeki. Sebab banyak para pedagang makanan tradisional berjualan di pasar ramadhan atau dipinggiran jalan raya, padahal sebelumnya tidak pernah berjualan pada bulan-bulan sebelumnya.
Namun, hal diatas hanyalah bahasan pembuka pada temaku hari ini. Dimana pembahasan sebenarnya tentang hal-hal apa saja yang dapat mengurangi pahala puasa. Tak usah panjang lebar lagi, yuk mari kita lihat sekarang juga :
1. Berbohong/berdusta
Ngakunya berpuasa, tapi selalu berkata bohong pada semua orang. Misalnya yang terjadi pada kisah seorang suami yang selalu berbohong kepada sang istri. Kasusnya adalah si istri selalu menanyakan sisa uang setoran kepada suaminya yang kerja sebagai supir angkot. Namun setiap si istri meminta sisa uang setorannya untuk membeli belanja harian, jawaban sang suami pasti tidak ada. Dengan alasan kondisi penumpang hari ini sangat sepi, jadi hanya cukup untuk uang setoran saja. Padahal ini bulan Ramadhan, tapi sang suami harus berbohong.
2. Menggunjing atau membicarakan orang
Banyak ibu-ibu majelis ta’lim saat ini, menghadiri acara pengajian di mesjid tidak memanfaatkan dengan baik. Seperti berkumpul dalam satu kelompok bersama majelis ta’lim lainnya, membicarakan ibu satu ke ibu lainnya. Padahal dalam acara pengajian rutin yang diadakan setiap minggunya pada bulan Ramadhan. Alangkah baiknya bila ingin membicarakan orang ditahan dulu hingga waktu berbuka tiba. Sebab, apabila itu tetap dilakukan, pahala puasa seseorang yang sedang menggunjing orang itu akan berkurang.

3. Mengadu domba antar sesama
Dalam hukum islam perbuatan adu domba itu terhadap sesama umat islam adalah hal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Apalagi hal tersebut dengan sengaja dilakukan hanya untuk merusak iman kedua umatnya. Dan parahnya lagi itu dilakukan pada saat bulan Ramadhan, bulan penuh ampunan, bulan yang penuh berkah. Jadi sayang sekali bukan, bulan yang penuh dengan berbagai pahala ini harus ternoda dengan hal yang seharusnya tidak mesti dilakukan, seperti mengadu domba.
4. Sumpah palsu
Sahabat kompasianer pasti pernah menemukan suatu pristiwa mengenai sumpah palsu, entah itu terjadi disekeliling kehidupan kita ataupun melihat disiaran televisi. Perbuatan tersebut paling sering dilakukan hanya untuk meyakinkan seseorang itu. Misalnya ada seorang pemuda di suatu perkampungan, ketahuan mengambil mangga oleh seorang warga di perkebunan kepunyaan tetangganya. Namun si pemuda membantahnya bahwa ia telah mencurinya, si pemuda lalu menjelaskan bahwa ia sudah terlebih dahulu meminta ijin kepada pemiliknya. Karena warga yang mengetahui perbuatan itu tidak mempercayainya semudah itu. Ia pun rela mengucapkan sumpah palsu dengan membawa nama Allah SWT, guna untuk membuat warga itu percaya. Begitulah sedikit ilustrasi tentang sumpah palsu.

5. Melihat dengan syahwat
Untuk yang terakhir ini sahabat blogger pasti telah banyak mengetahuinya bukan, mengenai melihat lawan jenisnya dengan syahwat. Saya akan berikan kembali ilustrasinya kepada sahabat kompasianer, ada salah seorang remaja yang ingin berbelanja ta’jil dipasar Ramadhan, namun disela ia mencari ta’jil yang enak untuk berbuka puasa. Si remaja itu tidak sengaja melihat seorang remaja putri yang ingin membeli ta’jil juga dengan mengenakan pakaian yang ketat dan dapat membangkitkan gairah si remaja tersebut. Sehingga si remaja yang tidak memiliki iman yang kuat itu, malah keterusan melihatnya menjadi sengaja. Begitulah ilustrasinya, mengenai melihat dengan syahwat.


HARI-HARI YANG DILARANG BERPUASA


Hari-hari yg dilarang puasa meliputi sebagai berikut.
  1. Dua Hari Raya Para ulama telah sepakat atas haramnya berpuasa pada kedua hari raya baik puasa fardu maupun puasa sunnah berdasakan hadis Umar ra “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang puasa pada kedua hari ini. Adapun hari raya Idul fitri ia merupakan hari berbuka dari puasamu sedang hari raya Idul adha maka makanlah hasil kurbanmu.”
  2. Hari-Hari Tasyriq Haram berpuasa pada hari-hari tasyriq yaitu tiga hari berturut-turut setelah hari raya Idul adha berdasakan riwayat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling kota Mina utk menyampaikan Janganlah kamu berpuasa pada hari ini krn ia merupakan hari makan minum dan berzikir kepada Allah.” .
  3. Berpuasa pada Hari Jumat secara Khusus Hari Jumat merupakan hari raya mingguan bagi umat Islam. Oleh sebab itu agama melarang berpuasa pada hari itu. Akan tetapi jumhur berpendapat bahwa larangan itu berarti makruhbukan menunjukkan haram kecuali jika seseorang berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya atau sesuai dgn kebiasaannya atau secara kebetulan bertepatan pada hari Arafah atau hari Asyura maka tidaklah makruh berpuasa pada hari Jumat itu. Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah saw masuk ke rumah Juwairiyah binti Harits pada hari Jumat sedang ia sedang berpuasa. Lalu Nabi bertanya kepadanya “Apakah engkau berpuasa kemarin?” Dia menjawab “Tidak” dan besok apakah engkau bermaksud ingin berpuasa? “Tidak” jawabnya. Kemudian Nabi bertanya lagi dia menjawab tidak pula. “Kalau begitu berbukalah sekarang!” . Diriwayatkan pula dai Amir al-Asy’ari dia berkata Aku mendengar Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya hari Jumat itu merupakan hari rayamu krn itu janganlah kamu berpuasa pada hari itu kecuali jika kamu berpuasa sebelum atau sesudahnya!” . Ali ra berpesan “Siapa yg hendak melakukan perbuatan sunnah di antaramu hendaklah ia berpuasa pada hari Kamis dan jangan berpuasa pada hari Jumat krn ia merupakan hari makan dan minum serta zikir.” HR Ibnu Abi Syaibah dgn sanad yg hasan. Menurut riwayat Bukhari dan Muslim yg diterima dari Jabir ra bahwa Nabi saw bersabda “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jumat kecuali jika disertai oleh satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya.” Dan menurut lafal Muslim “Janganlah kamu mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam itu buat bangun beribadah dan jangan kamu khususkan hari Jumat itu di antara hari-hari lain utk berpuasa kecuali bila bertepatan dgn puasa yg dilakukan oleh salah seorang di antaramu!”
  4. Berpuasa pada Hari Sabtu secara Khusus Larangan berpuasa pada hari ini didasarkan pada dalil yg telah dipadukan dari dalil-dalil yg membolehkan puasa pada hari Sabtu dan dalil-dalil yg melarang puasa pada hari itu. Di antara dalil itu adl hadis Busr seperti di bawah ini Dari Busr as-Sulami dari saudara perempuannya ash-Shamma’ bahwa Rasulullah saw bersabda “Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu kecuali krn diwajibkan kepada kamu. Dan seandainya seseorang di antaramu tidak menemukan kecuali kulit anggur atau bungkal kayu hendaklah dimamahnya makanan itu!” . Turmudzi mengatakan hadis tersebut Hasan seraya berkata “Dimakruhkan di sini maksudnya ialah jika seseorang mengkhususkan hari Sabtu utk berpuasa krn orang-orang Yahudi membesarkan hari Sabtu.” Dari Ummu Salamah dia berkata “Nabi saw lbh banyak melakukan puasa pada hari-hari Sabtu dan Minggu daripada hari-hari yg lainnya dan beliau bersabda ‘Kedua hari itu merupakan hari besar orang-orang musyrik maka saya ingin berbeda dgn mereka‘.” {HR Ahmad Baihaqi Hakim dan Ibnu Khuzaimah seraya keduanya yg terakhir ini menyatakan sah. Berdasarkan bermacam-macam hadis ini Syekh Albani berpendapat “Dari sini maka tampaklah dgn jelas bahwa kedua macam ini membolehkan . Maka jika dilakukan kompromi antara hadis-hadis yg membolehkan dgn hadis ini bisa ditarik kesimpulan bahwa hadis ini lbh didahulukan daripada hadis-hadis yg membolehkan. Demikian juga sabda Nabi saw kepada Juwairiyah “Apakah kamu akan berpuasa besok?” dan yg semakna dgn sabda ini adl dalil yg membolehkan juga maka tetap lbh mendahulukan hadis yg melarang daripada Sabda Nabi saw kepada Juwairiyah ini.”
  5. Berpuasa pada Hari yg Diragukan Dari Ammar bin Yasir ra berkata “Barangsiapa yg berpuasa pada hari yg diragukannya berarti ia telah durhaka kepada Abul Qasim .” . Menurut Turmudzi hadis ini hasan lagi shahih dan menjadi amalan bagi kebanyakan ulama. Hadis itu juga merupakan pendapat Sufyan Tsauri Malik bin Anas Abdullah ibnu Mubarok Syafi’i Ahmad serta Ishak. Kebanyakan mereka berpendapat jika hari yg dipuasakannya itu termasuk bulan Ramadhan hendaklah ia mengqadha satu hari sebagai gantinya. Dan jika ia berpuasa pada hari itu krn kebetulan bertepatan dgn kebiasaannya maka hukumnya boleh tanpa dimakruhkan. Dari Abu Hurairah ra Nabi saw bersabda “Janganlah kamu mendahului puasa Ramadhan itu dgn sehari dua hari kecuali jika bertepatan dgn hari yg biasa dipuasakan maka bolehlah kamu berpuasa pada hari itu.”.
  6. Berpuasa Sepanjang Masa Hal ini berdasarkan hadis “Tidaklah berpuasa orang yg berpuasa sepanjang masa.” . Solusi dari larangan ini adl hendaknya seseorang berpuasa dgn puasa Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka. Refeensi 1. Fiqhus SunnahSayyid Sabiq2. Tamamul Minnah Muhammad Nashiruddin al-Albani Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm

MACAM-MACAM PUASA SUNAH

>Macam-macam Puasa sunnah - Puasa Sunnah adalah puasa yang tidak diwajibkan dilakukan untuk umat islam tetapi jika dilakukan akan mendapat pahala dari Allah Swt. Banyak ragam puasa sunnah dalam Islam, semua puasa dalam islam dimulai waktu Subuh dan diakhiri dengan berbuka puasa di waktu magrib. Islam tidak mengenal puasa ngebleng yaitu puasa beberapa hari sekaligus tanpa berbuka puasa. Puasa mempunyai manfaat yang sangat bagus bagi kesehatan tubuh dan kesehatan jiwa. Dengan puasa yang sesuai dengan tuntunan Islam, insya Allah akan mendapat ridho dariNya dan pahala yang akan kita dapat di samping manfaat kesehatan yang kita dapat secara langsung. Ada banyak ragam macam puasa sunnah dalam Islam, apa saja? Yuk kita bahas

makanan saat puasa
Macam-macam puasa Sunnah yang telah dituntunkan dalam hadits-hadits Rosulullah SAW adalah sebagai berikut :
1. Puasa Senin-kamis
2. Puasa Daud
3. Puasa Arafah
4. Puasa syawal (6 hari)
5. Puasa pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah
6. Puasa di bulan Sa’ban
7. Puasa Ayyamul Bidh
8. Puasa di bulan Muharram
9. Puasa ‘asyura dan Tasu’a
10. Puasa bagi yang masih bujang (belum menikah)

Dari sekian banyak macam puasa Sunnah, masing masing mempunyai manfaat/hikmah dan waktu pelaksanaannya yang telah ditentukan, yaitu
Puasa Senin kamis dilakukan pada setiap hari Senin dan Kamis, manfaatnya adalah menambah Derajat kemuliaan kita.
Puasa Daud dilakukan selang seling sehari puasa sehari tidak dan seterusnya dg konsisten kecuali hari tasyrik 11,12,13,14 dzulhijjah dan 2 hari raya (id fitri dan id adha)
Puasa Arafah dilakukan bagi muslim yang sedang tidak wukuf di Arafah tanggal 9 Dzulhijjah
Puasa syawal dilakukan selama bulan syawal setelah ramadhan sejumlah 6 hari, boleh berurutan ataupun tidak.
Puasa pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah (pas tanggal 10 tidak puasa karena pas id Adha)
Puasa di bulan Sa’ban selama bulan sa’ban (tidak dibatasi jumlahnya)
Puasa Ayyamul bidh dilakukan berurutan pada tiap tanggal 13,14,15 kecuali pas hari tasyrik.
Puasa di bulan Muharram dilakukan sepanjang bulan muharram (tidak dibatasi jumlahnya)
Puasa ‘asyura dan Tasu’a, untuk puasa ‘asyura dilakukan pada tanggal 10 muharram sedangkan tasu’a dilakukan tanggal 9 dan 11 muharram.
Puasa bagi yang masih bujang (belum menikah) dilakukan bagi mereka yang mempunyai syahwat yang tinggi namun belum menikah, bermanfaat untuk meredam gejolak syahwat asalkan puasa dilakukan diluar hari yang diharamkan untuk puasa.

Hadist-hadist yang berkaitan dengan beberapa macam puasa sunnah diatas adalah sebagai berikut :
1. Rasulullah SAW bersabda “Shalat yang paling disukai Allah adalah shalat Dawud dan shaum yang paling disukai Allah adalah shaum Dawud. Ia tidur setengah malam dan bangun pada sepertiganya dan tidur lagi pada seperenamnya, ia berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (Mutafaq’alaih)

2. Rasulullah SAW bersabda: “Shaum pada hari Arafah akan menghapus dosa 2 tahun, tahun lalu dan tahun yang akan datang.” (H.R Muslim)

3. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa melaksankan shaum Ramadhan kemudian dilanjutukan dengan shaum 6 hari di bukan Syawal maka seakan-akan ia telah shaum selam setahun penuh.” (H.R Muslim)

4. Rasulullah SAW bersabda: “Semua amal akan ditunjukkan (pada Allah) pada ahari Senin dan Kamis, maka aku suka jika saat amalku ditunjukkan, aku dalam kondisi Shaum.” ( Hadits Hasan riwayat at Tirmidzi) Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi disebutkan bahwa arti ditunjukkan adalah ditunjukkan kepada Allah.

5. Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada hari dimana amal salih pada hari itu lebih disukai Allah dari pada sepuluh hari ini.” Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak pula jihad fisabilillah?” Beliau bersabda,”Tidak pula jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang pergi dengan hartanya lalu tidak kembali lagi.” (HR. at Tirmidzi,Abu daud dan Ahmad)

6. Dari Abu Dzar berkata, “Rasulullah SAW menyuruh kami shaum tiga hari setiap bulan, yaitu pada hari ketiga belas,empat belas, dan lima belas. Beliau berkata “Itu seperti shaum setahun.” (H.R An Nasa’i)

7. Rasulullah SAW ditanya tentang shaum pada hari Asyura’ maka beliau bersabda, “ Akan menghapus dosa setahun yang lampau” (HR. Muslim)

8. Rasulullah SAW. bersabda “Shaum yang paling utama setelah Ramadhan adalah shaum di Bulan Muharram dan Shalat yang paling utama setelah shalat fardu adalah shalat malam.” (HR. Muslim, at Tirmidzi dan Abu Daud) Meskipun dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa Nabi SAW lebih banyak shaum pada bulan Rajab, akan tetapi hal ini tidak menafikan fadhilah bulan Muharram. Karena bisa tehjadi Nabi SAW mengetahui fadhilah bulan muharram pda masa-masa akhor (kenabian Beliau) atau beliau banyak menemui uzur pada bulan ini sepert safar dan sebagainya. Yang dimaksud dalam hadits di atas adalah bahwa fadhilah shaum ada pada seluruh bulan Muharram, bukan hanya pada tanggal 10 dimana pada hari itu disunahkan shaum Asyura saja. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarh Sunan at Tirmidzi.

9. Dari Aisyah, Ummul Mukminin RA beliau berkata, “ Rasullullah Saw melaksanakan shaum hingga kami mengatakan beliau tidak pernah berbuka dan beliau berbuka (tidak shaum) hingga kami katakana beliau tak pernah shaum. Dan saya tidak melihat beliau menyempurnakan shaum sebulan penuh selain Ramadhan dan saya juga tidak melihat beliau lebih banyak menjalankan shaum dalam satu bulan kecuali di bulan sya’ban.” (HR. Muslim)

10. Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang shaum pada hari Syak maka ia telah mendurhakai Abu Al Qasim (Rasulullah SAW) .” (HR. Bukhari)

11. Rasulullah SAW bersabda “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah segera menikah, karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah shaum karena shaum akan menjadi perisai baginya.” ( HR. Bukhari dan Muslim)

KEUTAMAAN SEDEKAH BAGI SEORANG MUSLIM


KRISIS ekonomi dan keuanngan yang terjadi secara global (di seluruh dunia) membuat hidup kita mungkin semakin  terhimpit dalam berbagai kesulitan. Sedekah bisa menjawab persoalan itu.
Kita semua sudah mengetahu bahwa kekayaan tidak akan membawa arti tanpa ada keberkahan. Dengan adanya keberkahan, harta dan rezeki yang sedikit akan bisa terasakan mencukupi. Sebaliknya, tanpa keberkahan rezeki yang meskipun banyak akan terasakan sempit dan menyusahkan.
Agar rezeki yang Allah SWT berikan kepada kita menjadi berkah, Rasulullah saw  menganjurkan kepada umatnya untuk memperbanyak sedekah. Sabda Rasulullah saw, ”Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah.” Dalam hadis lain, Rasulullah saw menjelaskan, ”Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia di bumi. Yang satu menyeru, ‘Ya Tuhanku, karuniakanlah  ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kerena Allah’. Yang satu lagi  menyeru, ‘Musnahkanlah orang yang menahan hartanya’.”
Sedekah walaupun kecil tetapi amat berharga di sisi Allah swt. Orang yang bakhil dan kikir dengan tidak menyedekahkan sebagian hartanya akan merugi di dunia dan akhirat karena tidak ada keberkahan. Jadi, sejatinya orang yang bersedekah adalah untuk kepentingan dirinya. Sebab, menginfakkan (belanjakan) harta akan memperoleh berkah, dan sebaliknya menahannya adalah celaka.
Dari segi bentuknya, sedekah sesungguhnya tidak dibatasi pemberian dalam bentuk uang, tetapi sejumlah amal kebaikan yang dilakukan seorang Muslim, termasuk sedekah sebagaimana hadis dari Abu Musa r.a. berkata bahwa nabi saw. bersabda, ”Tiap Muslim wajib bersedekah.”
Sahabat bertanya, ”Jika tidak dapat?” Nabi menjawab, ”Bekerjalah dengan tangannya yang berguna bagi dirinya dan ia dapat bersedekah.” Sahabat bertanya lagi, ”Jika tidak dapat,” jawab Nabi, ”Membantu orang yang sangat membutuhkan.” Sahabat bertanya lagi, ”Jika tidak dapat?” Jawab Nabi, ”Menganjurkan kebaikan.” Sahabat bertanya lagi, ”Jika tidak dapat?” Nabi menjawab, “Menahan diri dari kejahatan, maka itu sedekah untuk dirinya sendiri.”
Hadis tersebut menggambarkan 4 tingkatan. Pertama, bekerja dan berusaha dengan kemampuannya sehingga ia mendapat keuntungan dan dari keuntungan itu ia dapat bersedekah. Keutamaan seorang Muslim jika ia bekerja dengan tekun penuh keikhlasan, ia akan kuat secara ekonomi yang dipandang oleh Allah lebih baik dan lebih dicintai. Kepada Muslim yang diberi rezeki oleh Allah kemudian ia menyedekahkannya di jalan Allah kita patut meneladaninya sebagaimana hadis dari Abdullah bin Mas’ud riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah bersabda, tidak ada iri hati yang diperbolehkan, selain terhadap dua hal, yaitu, terhadap seorang Muslim yang dianugerahi harta benda dari Allah, lalu tergeraklah hatinya untuk menghabiskannya menurut jalan yang hak dan terhadap seorang Muslim yang telah diberi ilmu yang bermanfaat oleh Allah, lalu ia menggunakannya untuk mengadili manusia dan mengajarkannya.”
Kedua, membantu orang yang sangat butuh bantuan. Sangat dianjurkan sebagai salah satu bentuk kepedulian kemanusiaan, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 280, ”Dan jika orang yang berutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia memiliki kelapangan dan kemampuan. Dan bersedekahlah sebagian atau seluruh piutangnya itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul tahu.”
Ketiga, menyuruh kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena perintah dari seorang Muslim akan menjadisedekah karena siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka seolah-olah ia melakukan kebaikan sebagaimana seseorang melakukan kebaikan.
Keempat, menahan diri dari perbuatan yang buruk yang dapat menjerumuskan seseorang pada kezaliman sebagai bentuk sedekah, karena menahan diri adalah sikap yang cukup sulit untuk dilakukan dan hanya orang yang sudah terlatih saja yang akan mampu menahan diri dari segala bentuk kejelekan.
Dari penjelasan hadis di atas, sedekah tidak mesti dengan hanya mengeluarkan sejumlah materi atau uang, tetapi semua amal kebajikan yang dilakukan seorang Muslim, seperti menciptakan kebersihan lingkungan, bersikap santun, memberikan pendidikan agama kepada anak dan istri dan bahkan memberikan senyuman pun adalah sedekah (H.R. Baihaqi).
Bersedekah merupakan aktivitas seorang Muslim yang memiliki sifat keutamaan, karena ketinggian derajat seorang Muslim ditentukan oleh sebesar dan sejauh mana ia memiliki kepedulian dan kepekaan sosial kepada Muslim yang lainnya. Jadi, krisis keuangan global? Siapa takut! Bersedekahlah! Allah swt menjamin, kita tidak akan pernah menjadi faqir! []